PortalLombok.com – Hubungan industrial yang harmonis dapat mendukung suasana kerja yang kondusif di mana semua pihak bekerja bersama-sama membangun kemitraan yang produktif.
Pihak-pihak tersebut adalah pemberi kerja, pekerja, masyarakat dan pemerintah.
Perusahaan hadir untuk menyediakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan membangun perekonomian bangsa.
Sedangkan pekerja sebagai motor penggerak dalam memajukan perusahaan yang nantinya memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah memiliki kepentingan yang besar untuk memastikan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.
Permasalahan sering terjadi karena dipicu oleh hal-hal yang sangat sederhana.
Faktor utamanya adalah kurangnya komunikasi dan keterbukaan antar pihak.
Baca juga : Perlindungan Sosial Pekerja Rendah, Disnakertrans NTB Gelar Evaluasi Bersama BPJS Ketenagakerjaan
“Ibarat dalam sebuah rumah tangga, kalau antara anggota keluarga jarang berkomunikasi dan tidak ada keterbukaan maka akan sangat mudah salah paham, saling curiga atau tiadanya kepercayaan satu sama lain, yang akhirnya perselisihan akan sulit dihindari,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos., MH saat menjadi narasumber pada acara Optimalisasi Pendalaman Deteksi Dini Hubungan Industrial Pusat di Hotel Lombok Plaza, Rabu 31 Januari 2024.
Oleh karena itu, perlu untuk melakukan deteksi dini dengan membangun komunikasi. Jangan membangun jarak antara pemimpin perusahaan dan pekerja.
Sebagai perpanjangan tangan dari Pemimpin Perusahaan, HRD harus bisa membuat sistem atau media yang mempertemukan berbagai stakeholders yang ada di perusahaan.
“Tanpa adanya keterbukaan dan adanya sistem atau media bagi pekerja untuk menyampaikan keluh kesah dan aspirasinya, maka orang akan terus berprasangka. Belum lagi masuknya pihak ketiga yang semakin memperkeruh keadaan,” ungkap Mantan Irbansus pada Inspektorat Provinsi NTB dihadapan 36 orang peserta Optimalisasi Pendalaman Deteksi Dini Hubungan Industrial Pusat yang terdiri dari Perwakilan Perusahaan, Perwakilan Serikat Pekerja/Serikat buruh, dan Mediator.
Sementara itu, dalam sambutan pembukaannya Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Ditjen.
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diwakili oleh Koordinator Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Fritz Simon Saortua, SE., MM menyampaikan kegiatan Optimalisasi Pendalaman Deteksi Dini Hubungan Industrial Pusat adalah untuk menyerap aspirasi serikat pekerja dan pengusaha mengenai permasalahan ketenagakerjaan.
Tujuan dari Hubungan Industrial itu sendiri adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis, Kondusif dan Berkeadilan. Agar hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan terdapat harmonisasi.
“Jika Hubungan Industrial di tempat kerja tidak kondusif, maka akan mengakibatkan kelangsungan proses produksi dan ketenangan kerja tidak tercipta,” ujar Simon.
Ia juga memaparkan berapa permasalahan penyebab ketidakhormonisan Hubungan Industrial, diantaranya : Masih banyak perusahaan yang menganggap pekerja sebagai faktor produksi. Perusahaan kurang memperhatikan hak-hak pekerja. Dan, tuntutan yang kurang realistis dari pekerja dengan tidak melihat kemampuan perusahaan.
Dalam sesi diskusi perwakilan Hotel Lombok Raya menanyakan terkait penerapan hak dan kewajiban di lapangan sering kali berbeda dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah, contoh gaji atau upah.
Perwakilan Hokkaido Golf Supriyadi bertanya tentang kasus Hubungan Industrial kebanyakan mengenai apa.
Saleh Bin Yunus menanyakan peran pemerintah sebagai pengawas dalam mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis.
Menanggapi hal tersebut, Kadisnakertrans NTB menyampaikan kebanyakan pekerja dan perusahaan selalu berpedomam pada UMP dan UMK, padahal ini berlaku untuk pekerja baru dengan masa kerja di bawah 12 bulan. Jadi tidak perlu diributkan. Yang menjadi fokus saat ini adalah membuat struktur skala upah.
Berdasarkan pengamatan masih banyak perusahaan yang belum menerapkan struktur skala upah. Oleh karena itu, konflik tentang upah selalu menjadi isu yang hangat.
“Sebelum bekerja, pekerja harus memastikan perjanjian kerjanya. Jadi, bisa mengikat ketika proses mediasi, karena bisa digunakan sebagai dasar,” ujarnya.
Jumlah kasus Hubungan Industrial Tahun 2023 sebanyak 53 kasus yang melibatkan 134 orang dengan rincian paling banyak terjadi di Kota Mataram. Kasus yang sudah selesai sebanyak 51 kasus dan sedang proses sebanyak 2 kasus. Kasus Hubungan Industrial kebanyakan tentang pesangon dan PKWT yang tidak diperpanjang.
Dalam mewujudkan Hubungan industrial yang harmonis pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan dukungan stakeholders, seperti serikat pekerja dan asosiasi. Apalagi jumlah perusahaan tidak sebanding dengan jumlah mediator. Jumlah perusahaan yang terdaftar dalam WLKP sebanyak 17.855 perusahaan dan mediator sebanyak 19 orang.***
(RV46)